“Ini, untukmu” katamu sambil memberiku sepucuk ilalang dalam perjalanan pulang menuju basecamp.
Aku menerimanya dengan tersenyum. Sambil memutar-mutar ilalang itu, kamu berkata, “aku mungkin tak seromantis laki-laki lain yang memberikan bunga kepadamu setiap waktu. Tapi aku akan memberikan apa-apa yang ada dalam diriku yang orang lain bahkan belum tentu kepikiran untuk memberikan itu kepada seseorang yang ia cinta.”
Aku senyum-senyum sendiri. Masih memutar-mutar ilalangku, aku meletakkannya pada tas carrier yang kugendong di belakang. Kuletakkan pelan-pelan agak tak rusak – agar sesampainya di rumah bisa kuabadikan di tengah-tengah buku-ku dan menyimpannya sebagai kenang-kenangan darimu.
Mas tahu? Apa-apa dalam diri mas mungkin bukan biasa saja bagi mas. Tapi, tidak bagiku. Apa-apa dari diri mas itu tidak ternilai harganya. Aku tidak pernah bisa membayar serupiahpun gelak tawa yang mas ciptakan untuk bisa membuatku kembali baik-baik saja ketika dunia begitu kejam kepadaku.
Aku tidak pernah mengerti bagaimana menghadapai diriku sendiri yang mudah sekali tantrum - marah - kecewa berlebihan dan terlalu banyak mau. Tapi mas bisa. Mas bisa melakukannya dengan baik disaat aku sedang dalam kondisi tidak baik.
Ilalangnya layu, bunga-bunganya pudar. Aku lupa bahwa ilalang bukan bunga yang bisa disimpan. Tapi aku janji, kenangan ilalang dalam perjalanan menuju pulang itu akan selalu kujadikan kenangan yang menyenangkan – yang tak semua pasangan bisa mendapatkan kesempatan yang sama seperti aku.
Terima kasih, mas.
Gn. Andong, Magelang – 4 Agustus 2018
dasar virgo
BalasHapushmmm ada apa dengan virgooo uuuuuuuu >.<
HapusIni curhat atau cerpen?
BalasHapusterserah pembaca mengartikannya gimana ehehe
Hapus