Yang Kita Perjuangkan Mati-Matian Bukan Untuk Kita

Adalah aku yang tak sekali dua kali merasa bahwa apa-apa yang selama ini kuperjuangkan tak kunjung sampai di garis finish. Terjatuh berulang, memulai kembali dan rasanya garis finish masih jauh sekali. Entah, harus berapa kali jatuh dan terbangun untuk berjuang lagi, lagi dan lagi.

Tak sekali dua kali merasa lelah, benci, bahkan ingin menyerah. Tak terhitung pahitnya, perihnya, sedihnya hingga marahnya. Tak sekali dua kali aku merasa takut kamu menyesal karena aku yang berkali-kali gagal. Merasa tak becus hingga akhirnya menangis di sudut ruang yang kamu selalu menyiapkan bahu di sana untuk kubasahi dengan air mata yang tak terbendung lagi.

Kali ini, dengan berat hati rasanya aku harus menyeretmu kembali. Ke tempat-tempat yang membuat kita harus merelakan waktu kita berdua terpisah dalam jarak yang tak dekat. Dan maghrib menjadi momen yang menyenangkan sekali untuk dinanti. Sebab melalui udara dan maya, kita tersambung dalam senyum yang nyata terlihat dari layar kaca.

Sambil sesekali kita saling bertukar cerita, saling mengisi, saling menyampaikan rasa rindu melalui bait kata tak romantis, seperti: "sudah makan?", "gimana kerjaan kantor hari ini?", "jangan tidur malam-malam, ya", "jangan lupa istirahat..." "i love you".

Terima kasih dan maaf atas segala keterbatasanku dalam mencintaimu, wahai laki-laki yang namanya tak pernah luput kusebut dalam doa. Terima kasih karena telah berkenang mendampingi aku yang masih tak karuan dan tak tahu arah ini. Terima kasih karena telah bersedia menjadi telinga, mata, bahu, kaki dan tangan hingga alarm yang tak pernah bosan membangunkanku dari tidur panjangku.

Sampai nanti rumah kita siap dihuni, sampai nanti kita mati, sampai nanti kita berjumpa kembali di surga, tetaplah menjadi laki-laki luar biasa yang cintanya selalu kurasakan meski raga tak bisa saling mengungkapkan.

Peluk jauh untukmu, suamiku.

Terima kasih karena telah mendampingiku untuk bisa tetap bertahan memperjuangkan apa-apa yang entah mengapa masih tak bisa seharusnya menjadi milik kita.

Semoga Allah jaga kita selalu. Dan semoga kamu dan anak-anak kita akan selalu jadi pelipur yang sering memaksa nada kita meninggi satu sama lain. 

2 komentar

  1. Setuju banget sih. kadang yang kita perkuangkan mati-matian malah sebenernya bukan untuk kita. dan kadang malah kalau terlalu berharap pada manusia yang ada kekecewaan.

    BalasHapus

Halo!

Terima kasih telah membaca blog www.dwiseptia.com. Semoga konten yang ada di blog ini bisa menginspirasi. Doakan saya bisa produksi konten yang lebih baik, ya!
Oh, ya kalau ada rekues konten silakan tulis di kolom komentar, ya! ^^