Kasus Pelecehan Seksual di TK. Haruskah Dibiarkan dan Berlalu dengan Dalih Masih Anak-Anak?
Semuanya baik-baik saja, sampai akhirnya, Agustusku berubah menjadi salah satu bulan yang paling berkesan di seumur hidupku, terutama di dalam rangkaian perjalanan peernikahan rumah tangga kami.
Ini adalah tentang menjadi orang tua dan menjadi wali murid yang ternyata harus siap dengan segala macam rupa kejadian yang tidak pernah kami menyangka akan menghadapi episode kehidupan yang sebegini peliknya.
Kejadian Tak Terduga di Sekolah
Siang itu, anak kami mengalami kejadian yang tidak menyenangkan di sekolahnya. Kejadian yang semula kami kira ketidaksengajaan saja, ternyata adalah efek dari bungkamnya sekolah di tahun ajaran sebelumnya dan menganggap masalah ini bukan masalah serius.
Kasus pelecehan seksual. Yapppp, kasus pelecehan seksual di lingkungan anak TK yang mana anak saya menjadi korban di usianya yang baru saja genap 6 tahun. Dan yang menyesakkan, ini bukan kasus pertama yang terjadi di sekolah dan sekolah bungkam.
Awal Mula Kasus Pelecehan Seksual Terungkap
Anak kami yang berusia 6 tahun itu menceritakan detail kejadian di sekolah yang dialaminya. Sebagai orang tua yang tidak ingin gegabah, kami pun tabayun ke orang tua pelaku hingga 3x. Tapi sayang, kejadian pelecehan yang semula kami kira hanya kesenggol dan ada unsur ketidaksengajaan tersebut, nyatannya hanya ada dalam angan kami. Anak kami ternyata sengaja dilecehkan dan ini bukan kali pertama kejadian yang ada di sekolah.
1 minggu setelah kejadian, aku justru mendapati fakta mengejutkan lain yang membuatku hilang kendali. Hari itu, di saat aku ingin menyelesaikan kasus yang menimpa anak pertama kami sebagai korban, justru mendapati bahwa tenyata kejadian serupa pernah menimpa anak kami saat ia di kelompok bermain ketika usianya masih 3 tahun. Itu adalah usia dimana anak kami baru masuk ke sekolah dan belum bisa bercerita sebaik sekarang ini. Shock, pasti.
Tapi fakta mengejutkan lainnya adalah di tahun ajaran 2024/2025 lalu, ternyata sudah memakan 3 korban dengan pelaku yang sama dan sekolah hanya diam saja. Dan kasus ini terbuka karena kami sebagai orang tua sudah melakukan mediasi ke orang tua dan sekolah, tapi ternyata ketika menuntut keputusan sekolah untuk menindak tegas pelaku, sekolah tidak melakukan apapun dan seolah menganggap bahwa ini semua bukan masalah besar.
Perkembangan Otak Pelaku Pelecehan yang Tak Sejalan dengan Usianya
Kami menemukan fakta-fakta menarik, termasuk fakta yang diabaikan oleh sekolah karena sekolah dan yayasan takut aibnya terbuka di wali murid dan membuat nama baik yayasan hancur karena kelalaiannya.
- Pelecehan seksual yang telah terjadi sejak akhir tahun 2024 lalu, telah memakan 4 korban dengan 1 pelaku yang sama, setidaknya ini yang terungkap.
- Kejadian ini baru dibesarkan oleh kami sebagai orang tua karena anak kami yang berusia 6 tahun bisa berbicara secara runtut dan detail atas kejadian yang dialaminya di sekolah.
- Kasus yang ketahuan terjadi sejak setahun yang lalu, di mana posisi pelaku masih TK A dan korban duduk di KB dan TK A.
- Korban tidak hanya ke anak perempuan, tetapi juga anak laki-laki.
- Kelainan seksual yang dilakukan bertahap, mulai dari melihat, memegang, sampai meraba masuk secara terstruktur, yang bisa disimpulkan kalau “fantasi” berkembang bukan hanya sekedar main peran biasa.
- Pelaku dianggap belum bisa bercerita atau menyampaikan hal secara runtut di mana umur dia sudah di fase menuju SD), merasa hanya pihak pelapor yang mungkin membesar besarkan masalah, merasa pelapor mengarang cerita bahkan merasa mungkin memprovokasi, tapi orang tua tau kalo pelaku suka berbohong.
- Sekolah tidak merasa ini serius karena tidak ada CCTV, padahal kejadian telah terjadi tahun lalu, tetapi tidak ada komunikasi dari pihak sekolah kepada korban.
- Hingga saat ini terungkap, sejak ada kasus pertama, tidak ada punishment apapun dari sekolah terhadap pelaku, dan tidak ada sikap sebagaimana mestinya terhadap korban. Di mana perlindungan sekolah untuk anak anak?
Mediasi dan Konsultasi Psikolog yang Tak Menemukan Titik Terang
Emosi kami meledak-ledak ketika tahu bahwa kedua anak perempuan kami menjadi korban dari pelaku yang sama. Setelah menekan kepala sekolah untuk segera mengambil tindakan, mediasi pun digelar. Mediasi ini dihadiri oleh kedua orang tua pelaku, orang tua korban, seluruh guru, kepala sekolah dan pembina yang di sini hadir sebagai psikolog perwakilan sekolah.
Mediasi ini berlangsung sejak pukul 13.00 hingga 15.30 WIB. Selama 2.5 jam lamanya, kami mengira akan ada hasil di akhir. Nyatanya, selama mediasi, psikolog hanya menganggap bahwa ini hanyalah kenakalan anak usia dini yang sering terjadi dan normal karena ia sedang memasukan fase genetal. Dan mereka bilang ini NORMAL.
FYI, fase genetal adalah fase yang dialami oleh semua orang di usia anak-anak, dimana masa itu, anak-anak akan lebih penasaran dengan alat kelaminnya dan ingin mengetahui apa yang terjadi jika ia memegang, meremas atau 'memainkannya'.
Kami sadar bahwa setiap anak mengalami fase ini dan ini adalah tahapan yang tidak terelakkan. Tapi, membiarkan anak untuk berfantasi berlebihan dengan dalih masih anak-anak adalah kesalahan besar yang bisa membuat orang tua tergelincir dan tanpa sadar membiarkan anak tumbuh dengan fantasi seksual yang tidak wajar.
Yang membuat kami sedih dalam mediasi ini adalah, ketika sekolah menghadirkan psikolog sekaligus pembina sekolah sekadar untuk membuat mediasi ini sebagai media damai, tetapi tidak berniat untuk mencarikan solusi dan mencarikan hukuman yang pantas untuk pelaku.
Tidak Ada Permintaan yang Tulus dari Pihak Sekolah atau Pelaku
Selama proses mediasi berlangsung, tidak ada penjelasan apapun dari pihak guru yang pernah menyaksikan, menegur hingga pernah mengubur kejadian ini 1 tahun yang lalu yang terjadi pada ketiga muridnya yang salah satunya adalah anak kami yang masih KB. Pelaku juga hanya diam dan menangis saat diminta minta maaf oleh pihak pembina yang juga berperan sebagai psikolog.
MIRIS. Hati nuraninya seperti sudah mati. Kalau memang merasa bersalah, harusnya tanpa diminta pun sudah minta maaf dengan tulus. Bukannya malah harus didorong untuk minta maaf dan berpasrah mengatasnamakan takdir. Jujur saja, saya jijik ketika Bapak pelaku mengaku kecewa dengan saya ketika saya mengeluarkan statement berikut:
"Ibu, bapak, sekolah saja meminta kami para orang tua untuk menjaga anak kami yang sedang mengalami demam, batuk dan pilek untuk tidak bersekolah agar tidak menulari virus ke yang lain. Apakah pelaku yang jelas-jelas bersalah ini dibiarkan begitu saja tetap bersekolah dan harus memakan korban yang lebih parah?"
Katanya, dia kecewa anaknya disebut sebagai virus. Padahal, yang virus adalah orang tuanya. Orang tua mana yang dengan tega membiarkan anaknya tumbuh menjadi seorang penjahat dengan tidak mempedulikan bibit-bibit predator sex pada anaknya dengan mengobatinya, justru malah membiarkan anaknya melakukan perbuatan mesum kepada anak lain dengan dalih hanya anak-anak? Menurut saya ini sudah gila.
Kesaksian Orang Tua Pelaku Tentang Kebiasaan Anaknya di Rumah yang Jelas Ada KELAINAN
"Jangan terlalu sesumbar, kan saudara semuslim harus menasehati secara langsung, saat berdua dan saat tidak ada orang lain yang mendengar."
Alhamdulillah, gugur kewajibanku sebagai seorang muslim untuk membantah ini. Jauuuh sebelum saya membawa ini ke sekolah, aku sudah bertabayun dan mengingatkan ke orang tua pelaku selama 3 kali. Di sekolah saat mendapat laporan pertama dari anak kami, di sekolah di depan wali kelas, dan saya juga ke rumah pelaku menyampaikan kegalauan saya dan kekecewaan saya.
Tapi yang terjadi, saya mendapati fakta menjijikkan yang membuka tabir bahwa ternyata anak dia alias pelaku juga pernah melakukan pelecehan kepada 3 orang yang lain di Oktober-November 2024 yang mana itu satu tahun yang lalu. Parahnya lagi, dari ketiga korban, 1 di antaranya adalah anak kami yang masih KB dan pelaku duduk di TK A. Allahu Akbar!
Di sini, bahkan orang tua pelaku menceritakan kebiasaan anaknya yang suka mengintip daster, membuka celana, hingga menyetubuhi boneka. Tapi kocaknya, bonekanya yang dihancurkan :). Ketika mendengarnya pun saya speechless. Ini yang salah otaknya, kenapa bonekanya yang dihancurkan :)
Kepala rasanya sudah yaaa begitulah peningnya. Kalaulah bisa pingsan, saya pun pingsan. Tapi Allah Maha Baik, menjagaku agar tetap kuat mendengar hal jijik agar bisa mengambil jarak dari manusia aneh yang merasa ini masalah sepele :)))))
Sebagai penutup yang lebih dar der dor... Kejadian ini terjadi di sekolah Sunnah di Kudus yang menjadi satu-satunya sekolah Sunnah. Kyaaaaaaaaaa sudah tidak bisa berkata-kata lagi.
14 Comments
Setuju banget sih, pendidikan itu harusnya berbanding lurus dengan moralnya. Tapi kadang ironi, orang-orang pinter yang relatif berpendidikan, ada juga yang berkebalikan dengan etika ya...
BalasHapusPasti berat menghadapi situasi seperti ini ya mbak, apalagi di sekolah kita tak bisa mengawasi gerak-gerik anak-anak hingga tingkah laku teman mereka. Tapi untuk pelecehan seksual tidak bisa dibiarkan, karena siapa saja rentan jadi korban baik anak laki-laki maupun perempuan.
BalasHapussedih banget ya jika mengetahui bagaimana seseorang mendapatkan aksi kejahatan tapi bukannya bisa dibantu malah banyak yang bilang nyinyir.
BalasHapuspendidikan moral bukan tabu meskipun disampaikan secara sederhana siapa anak memang harus belajar semuanya sejak kecil
Pendidikan dan moral memang seharusnya sejalan. Bahasannya membuka mata tentang pentingnya karakter dalam dunia pendidikan.
BalasHapusPihak sekolah harus tegas sih, menjaga nama baik itu bukan dengan cara menutupi tapi menyelesaikan masalah. Serta pihak orang tua murid memang harus kritis terhadap keselamatan anak di mana pun termasuk di sekolah. Sedih kalau dengar berita seperti ini.
BalasHapusYa Allah, serem banget mbaa....anak TK lho ini sudah melakukan tindakan asusila. Mba, segera pindah saja sekolahnya. Kalau perlu laporkan KPAI agar jadi perhatian dan ditangani segera. Semoga tidak terulang lagi kejadian ini di masa datang.
BalasHapusIhhh kok gitu ya. Anak2 tk zaman sekarang sudah sangat mengkhawatirkan. Apa ada potensi lain dari tayangan youtube misalnya? Pihak ortu mesti selalu waspada
BalasHapusya Allah serem banget mbak dan ini juga dilakukan oleh anak TK, ya. ngeri banget ya sekarang anak-anak pun bisa melakukan pelecehan seksual yang pastinya bisa menimbulkan trauma bagi korbannya.
BalasHapusKalau melihat kondisi sekarang emang ngeri banget pergaulan anak-anak itu. Apalagi kalau tidak memilih lingkungan yang baik maka terbentuk juga karakter anak. Moral penting banget apalagi anak-anak rentan banget.
BalasHapusAstaghfirullah. Pelaku kejahatan semakin muda aja. Beberapa waktu lalu kan sempat ramai salah seorang anak influencer yang masih TK dilecehkan oleh anak usia 8 tahun. Itu aja saya syok lho, anak sekecil itu sudah melakukan pelecehan. Ini malah lebih kecil lagi usianya.
BalasHapusPadahal ini lingkungan sekolah ya. Harusnya menjadi tempat aman kedua setelah di rumah. Semoga aja ada jalan ke luar terbaik bagi mbak sekeluarga, ya. Jangan sampai korban trauma berkepanjangan. Aamiin
Nak TK udah seperti itu, bagaimana besar dan dewasanya? Ortunya itu sepertinya harus kena karma dulu baru nyadar kalau kelakuan anaknya bikin rugi pihak lain. Rugi lahir batin lho...
BalasHapusSemangat ya Mbak... Semoga mendapatkan jalan dan solusinya
Kalimat di paragraf terakhir belum selesai ya kak?
BalasHapusSekolah semestinya bisa melakukan upaya yang tegas buat pelaku, karena kejadian TKP nya di situ kan ya.
Semoga ada titik terang untuk hal ini
Maaf Mbak, paragraf terakhir ada yang kepotongkah? Ya Allah turut bersimpati ya mbak tentang kejadian yang menimpa ananda, saya suka ikut lemes kalau baca cerita/berita pelecehan yang terjadi terutama klo korbannya anak-anak. Semoga yang menjadi korban bisa pulih dari traumanya dan sekolah bisa serius menindaklanjuti kasus ini. Kadang ditutupi alasan jaga nama baik sekolah padahal kalau nggak serius ditangani ya ujung2nya merugikan mereka juga kok.
BalasHapusAstagfirullah, aku bacanya sampai ngulang-ngulang, Mba, ada anak TK melecehkan dan diabaikan, ini bahaya, karena ada kasus anak SD melakukan sodom*.Orangtua dan sekitar kadang denial, mereka sebenarnya cuma takut nerima kenyataanm jadi mengabaikan anaknya berkasus kelainan yang merugikan banyak orang
BalasHapusHalo!
Terima kasih telah membaca blog www.dwiseptia.com. Semoga konten yang ada di blog ini bisa menginspirasi. Doakan saya bisa produksi konten yang lebih baik, ya!
Oh, ya kalau ada rekues konten silakan tulis di kolom komentar, ya! ^^